Masyarakat Jawa Barat yang agraris membuat pertanian dan berbagai tradisi yang mengiringinya menjadi sangat penting,. Berbagai tradisi dan ritual dilakukan dengan ciri khas yang berbeda disetiap daerah. Bgitupun di Sumedang, khususnya di daerah Rancakalong.
Sumedang sebagai salah satu kota budaya di Jawa Barat juga memiliki tradisi pertanian yang kerap dilaksanakan melalui ritual penghormatan khusus bernama Ngalaksa. Melalui Ngalaksa, masyarakat Rancakalong mengucap syukur saat masa panen tiba.
Konon, dahulu wilayah Rancakalong pernah mengalami kekurangan bahan pokok yaitu padi. Untuk mengatasi hal ini maka rakyat berembug dan Mbah Jati yang merupakan sesepuh desa akhirnya berangkat ke Mataram untuk menemui Sultan Agung Mataram karena pada saat itu, Sumedang sudah jatuh ke tangan kesultanan Mataram.
Mbah Jati menyampaikan seluruh kejadian di Rancakalong dan meminta saran dari Sultan Mataram. Sultan Mataram kemudian memberi Mbah Jati benih padi yang biasa ditanam di Rancakalong seraya berpesan bahwa rakyat harus mengembangkan adat Mataram di rancakalong, yaitu Ngalaksa setiap akan panen padi.
Tradisi ini dipercaya dapat mengembangkan kebudayaan dan secara batin Dewi Sri (dewi padi) senang.
Arti Ngalaksa adalah membuat laksa atau bilangan ribuan, jadi ngalaksa adalah membuat seribu. Harus ada seribu buah-buahan dalam tradisi ini, namun seiring berjalannya waktu dan mencari seribu buah-buahan semakin sulit, maka tidak apa-apa jika buah-buahannya kurang dari seribu tetapi harus ada pisang sewu untuk nyewukeun atau menggenapkan jadi seribu.
Pisang ini dikenal berbuah kecil tapi padat dan banyak pada setiap tandan pisangnya.
Ngaksa memiliki nilai gotong royong yang bisa diterapkan pada keseharian, selain itu memulai iringan tarawangsa masyarakat juga mendapat nilai keharmonisan seperti silaturrahmi, persaudaraan dan persatuan, kerja sama, perwujudan rasa syukur kepada Sang Maha Pencipta dan penghormatan pada leluhur.
EmoticonEmoticon