Minggu, 28 November 2021

Hukum Menyentuh Orang Shalat Untuk Di Jadikan imam

Tags

 Sholat jama’ah seperti yang telah kita ketahui bersama keutamaannya memang sangat besar berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim, yakni mendapatkan 27 derajat. Begitu juga menjadi Imam juga mempunyai keutamaan tersendiri.


Pertama, orang yang menjadi imam mendapatkan doa khusus dari Nabi Muhammad SAW, “Ya Allah, berikanlah petunjuk bagi para imam dan ampunilah para muadzin”. [HR. Imam Abu Daawud] Kedua, imam sholat itu menjadi panutan atau teladan kebaikan. Ketiga, menjadi imam merupakan sebuah kekuasaan syar’i, “yang (paling berhak) mengimami suatu kaum adalah yang paling baik bacaannya terhadap Al-Qur’an.” [HR. Imam Muslim] dan sebagainya. 



Meskipun demikian ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan kalau kita menjadi imam di samping mengetahui masalah fiqh sholat. Di antaranya, sang imam adalah sosok fiqur yang disukai masyarakat sehingga dia bisa mempersatukan ummat dan membangun solidaritas para jama’ah, sang imam adalah sosok orang yang ahli ibadah dan kuat aqidahnya.



Karena melihat keutamaan jama’ah dan menjadi imam, maka menjadi imam itu tetap disunnahkan (mustajab) meskipun di pertengahan sholat yang sedang berlangsung. Kalau menjadi imam sejak dimulainya sholat tidak ada permasalahan, akan tetapi niat menjadi imam di pertengahan sholat masih ada beberapa pertanyaan, termasuk permasalahan saudara di atas. Yakni menepuk pundak imam sebagai tanda kalau ada makmum baru di belakangnya. Lantas bagaimana hukumnya menepuk pundak tersebut?



Adapun hukumnya menyentuh pundak semata-mata, maka boleh (mubah). Meskipun mubah ada beberapa hal yang harus kita perhatikan. Pertama, kalau menyentuh pundak itu terlalu keras sehingga imam terkejut, maka hukumnya haram. Kedua, 
bisa jadi imam hanya terkejut sedikit atau menjadik sangkaan orang bahwa menyentuh itu sunnah atau wajib, maka hukumnya makruh.


Dalam hal ini Syeikh Harawi menyatakan, “kullu mubaahin yuaddi ilaa za’mil juhhaal sunnatahu au wujubahu fahuwa makruuhan” artinya setiap perkara mubah yang dapat menimbulkan dugaan orang-orang bodoh bahwa perkara mubah itu hukumnya sunnah atau wajib maka perkara mubah itu menjadi makruh. 


Ketiga, jika orang yang menyentuh tersebut yakin bahwa imam yang disentuh itu tidak terkejut, justru ia menyangka dapat mengingatkan supaya berniat menjadi imam, maka hukum menyentuh pundak itu mustahab. [Fathul Mu’in/25. Tuhfah Al-Muhtaj, 2/56]
WALLOOHU A'LAM BISH SHOWAAB



EmoticonEmoticon