Rambu Solo Tradisi Pemakaman Unik Toraja

Tradisi suku Toraja

 Suku Toraja dikenal memiliki kebudayaan yang sangat beragam dan unik. Salah satunya yaitu tradisi pemakaman Rambu Solo atau aluk Rambu Solo. Tradisi tersebut merupakan upacara adat pemakaman sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada seseorang yang sudah meninggal. Masyarakat Toraja memandang kematian sebagai perpindahan orang dari dunia ke tempat alam roh untuk beristirahat (Puya).

Bagi suku Toraja, orang yang sudah meninggal dikatakan benar-benar meninggal ketika seluruh kebutuhan prosesi upacara Rambu Solo telah terpenuhi. Jika belum, orang yang meninggal akan diperlakukan layaknya orang sakit, sehinggah masih harus disediahkan minuman, makanan, dan masih di baringkan diatas tempat tidur. 

Rangkaian upacara Rambu Solo

Rangkaian upacara adat tersebut merupakan ritual penting dan memakan waktu dan biaya besar. Maka, tak jarang upacara di gelar berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun sejak seseorang meninggal.

Biaya upacara Rambu Solo memiliki biaya yang terbilang cukup mahal karena di sebabkan oleh upacara tersebut harus mengorbankan atau penyembelian ternak seperti, kerbau, babi, dan juga karena lamanya prosesi upacara.

Upacara ini memang dibuat meriah, serta biasanya pembagian daging kerbau dan babi yang mereka sembeli akan di bagikan ke penduduk sekitar. Tidak hanya itu saja, namun ada beberapa hal yang di pertontonkan seperti, Ma' pasigala Tedong (adu Kerbau), lalu Ma' tinggoro Tedong (penyembelian Kerbau). Jadi, Kerbau-kerbau diarak lalu di tebas dengan sekali ayunan dengan menggunakan parang.Ada juga berbagai musik daerah dan tarian adat yang ditampilkan dalam upacara Rambu Solo. 

Tujuan dan nilai-nilai Upacara Rambu Solo

Beberapa nilai yang mencerminkan masyarakat Toraja dari upacara ini adalah sikap tolong-menolong, gotong royong, dan kekeluargaan. Masyarakat setempat juga mempercayai bahwa, jika upacara adat Rambu Solo tidak diadakan, akan berdampak pada orang yang ditinggalkan berupa kemalangan. Oleh sebab itu upacara ini masih terus dilakukan oleh masyarakat Toraja hinggah sekarang.